Singaraja – Situasi PPDB di Buleleng sedikit rame gara-gara pengadaan pakaian seragam. Diduga pemicunya karena persaingan bisnis. Ada konveksi besar yang sudah “berkuasa” sejak tahun 1970 an, merasa risih terkait tumbuhnya konveksi kecil-kecil yang juga membangun usaha.
Dengan kondisi ini konveksi raksasa ini mengeluarkan siasat dengan membuat fitnah, membuat hoax dan menggiring opini bahwa dia adalah konveksi yang paling pribumi. Padahal semua tahu siapa sebenarnya asal muasal pemilik konveksi tersebut.
Tak hanya itu, dengan konsep-konsep baru yang dimunculkan konveksi lain dengan ketepatan waktu, dengan kualitas lebih, kemudian jumlah varian pakaian yang juga lebih variatif. Diarahkan bahkan diadukan kesana kemari, dengan tuduhan lebih mahal dan macam-macam.
Ini yang membuat miris para penguasaha muda, karena ada persaingan bisnis tidak dijalankan dengan professional. Namun malah menyerang dengan cara sadis, membunuh karakter usaha lain dan ingin menguasai seterusnya.
“Bisnis adalah terkait marketing yang bagus, terkait kualitas yang bagus, cepat memberikan pakaian dan tepat dalam waktu. Namun kami diserang dengan cara-cara yang membunuh karakter kami. Dengan fitnah, dengan hoax dan itu membuat resah. Ini yang membuat kami sedih, kenapa bisnis tidak dijalankan dengan persaingan kualitas. Tapi dengan cara yang tidak elegan,” ujar salah satu penguasaha yang enggan disebutkan namanya.
“Kami tahu, kami tidak sebesar pebisnis yang sudah lama menguasai Buleleng. Namun kami sebenarnya punya hak untuk membangun usaha, dan ikut mewarnai bisnis konveksi ini. Bukan malah dianiaya secara sadis seperti ini,” ungkapnya lirih.
Terkait dengan kondisi ini, anggota DPR RI dapil Bali Ketut Kariyasa Adnyana angkat bicara. Baginya PPDB mestinya menjadi peluang bisnis dan menjadi peluang besarama. Yang harus dirasakan Bersama. Bukan malah memicu adanya persaingan usaha, tidak sehat dengan cara menjelek jelekan usaha orang lain.
“Malahan yang sudah puluhan tahun dapat rejeki banyak. Mestinya membimbing yang muda – muda, yang baru untuk sama sama mendapatkan rejeki. Hidup ini berbagi, sama-sama hidup. Jangan malah yang kecil harus diinjak dengan tujuan mematikan. Dan ingin terus menguasai,” ujar politsi asal Busungbiu, Bueleng ini.
“Ada filosofi bagus yang bisa digunakan untuk berkaca. Bumi ini cukup untuk semua manusia, namun tidak cukup untuk satu orang yang serakah. Adanya celah usaha ayo sama-sama nikmati, tentu dengan pelayanan yang bagus. Bersaing professional, itu yang penting. Bersaing lah dengan kualitas. Bukan dengan cara menjelek-jelekan,” harap mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali ini.
Mantan Anggota DPRD Bali tiga periode ini juga berharap agar jajaran kepala sekolah, komite dan semua civitas sekolah tidak panik. Yang penting berjalan dengan prosedural yang tepat, untuk tetap berjalan.
“Kasihan di masa PPDB, pasti banyak suara suara yang membuat para Kepala Sekolah, Komite dan civitas sekolah serba salah. belum lagi manuver konveksi yang bikin gaduh. Tetap tenang aja, jalankan PPDB dengan baik sehingga anak anak segera bisa belajar dengan baik dan nyaman,” imbau politisi yang lolos kembali jadi DPR RI.
Hal senada diungkapkan oleh diungkapkan tokoh Buleleng Dewa Sukrawan. Ia mengatakan jangan ada rasa ingin menguasai dan ingin menikmati sendiri. Baginya PPDB dalam pengadaan pakaian adalah celah bisnis untuk semua yang punya usaha di bidang itu. Termasuk juga mengadaan konveksi di pemerintahan.
“Ayo sama-sama, jangan malah menyerang yang baru, kasihan pengusaha-pengusaha baru. Semua perlu hidup. Semua ingin mendapat hasil. Tentu dengan jalan jangan ganggu mereka yang mau tumbuh,” ujar politisi Partai Demokrat ini.
Selain itu, yang terpenting lagi semakin banyak di Singaraja ada konveksi, nantinya masyarakat bisa mendapatkan pilihan. “Jika itu-itu saja sejak lama. Nantinya malah konveksi itu akan tidak memperbaiki kinerja dan lainnya. Misalnya ketepatan waktu, dan kualitas,” harapnya.
Ia juga berpandangan, baginya biarkan tumbuh sebanyak-banyaknya pengusaha muda di bidang apapun. Termasuk di bidang konveksi. Nantinya mereka mestinya dirangkul oleh pemerintah. Selama ini untuk pakaian sekolah, jelas tidak boleh sekolah membuat dan menjual ke siswa. Sekolah dan komite boleh memfasilitasi. Tujuannya jelas memfasilitas itu untuk nantinya bisa seragam sekolah bisa benar-benar seragam.
“Kalau nantinya seragam tetapi dari segi warna tidak seragam, desain tidak seragam. Itu kan bukan seragam namanya. Makanya ada celah sekolah boleh dan sah memfasilitasi,” ujarnya.
“Ketika nantinya banyak yang tumbuh usaha-usaha baru, akan ada nantinya persaingan kualitas, ketepatan waktu dan lainnya. Jangan malah merasa sebagai konveksi besar harus sendiri selama-lamanya. Kasihan anak-anak muda yang punya jiwa entrepreneur,” imbuh mantan Ketua DPRD Buleleng ini. (Redaksibalitrending.com)